ASAL-USUL SUNAN BAYAT
Pada
pemerintahan PRABU BRAWIJAYA Raja Majapahit yang ke V merupakan zaman
pengalihan. Pada masa itu islam mulai mengembangkan sayap demi kemajuannya, hal
itu kerajaan Majapahit menjadi sasarn utamanya. Karena banyak pasukan islam yang
menyerbu akhirnya Majapahit terdesak, Brawijawa memilih pergi dari Istana.
Waktu itu Prabu Brawijaya masih menganut
agama Hindu. Dalam pelariannya itusampain di desa Sawer, beliau beremu
dengan Sunan Kalijaga, oleh Sunan Kalijaga beliau disarankan pergi ke daerah
Semarangdan menjadi Bupati Semarang dan di Semarang inilah beliau dididik oleh
Sunan Kalijaga dan diberi sebutan Ki Ageng Padang Aran.
Karena
Sunan Kalijaga merasa tugasnya mengajar Ki Ageng Pandang Aran selesai maka
beliau (Sunan Kalijaga) meninggalkan Semarang untuk melanjutkan penyegaran
agama Islam di tempat lain. Setelah
beberapa kurun waktu, Ki Ageng Padang Aran mencari Sunan Kalijaga gurunya di
Jabalkat. Setelah pertemuan itu nama Sunan Padang Aran Bayat, untuk meneruskan penyebaan
Agama Islam beserta para wali-walinya.
KI AGENG PADANG ARAN
MENAIKI GUNUNG JABALKAT
Setelah meninggalkan desa jiwo hanya beberapa ratus meter
sudah menginjak kaki Gunung Jabalkat. Setelah sampai segera Ki Ageng Padang
Aran naik ke atas gunung Jabalkat. Dengan menyebut Allah Ki Ageng Padang Aran
terus naik ke Gunung Jabalkat. Setelah sampai puncak, Ki Ageng Padang Aran
terdiam lama menunggu Sunan Kalijaga. Lalu Ki Ageng Padang Aran meminta
petunjuk kepada Allah dan sesaat itu terlihatlah sosok tubuh serba hitam yang
tak lain adalah Sunan Kalijaga.
Mulai saat itu Ki Ageng Padang Aran tinggal di Jabalkat
dan merasa mendapat perintah untuk membantu wali menyebarkan agama Islam.
Lalu Ki Ageng Padang Aran juga mendirikan Masjid di
puncak Gunung Jabalkat dan setiap hari Jum’at Legi ada Pasebokan/Saresehan.
Dengan adanya pengajian Jumatan Legi ini masyarakat sekitar merasa diberi
pencerahan. Maka rakyat sekitar mengenalnya dengan sebutan Ki Ageng Padang Aran
yang berarti Orang yang Memberi
Penerangan. Dan tempat untuk berkumpul diberi nama Paseban. Sampai sekarang
diabadikan menjadi nama dukuh/desa.
Ki Ageng Padang Aran atau lebih dikenal Sunan Bayat yang
giat menyebarkan Agama Islam, maka masyarakat sekitar menyebut Beliau sebagai
“Wali ke-10”. Diluar jumlah Wali Songo yang ada Sembilan.
LOKASI
Makamnya terletak di perbukitan ("Gunung Jabalkat") di wilayah Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah,
Akses kesana sangat mudah. Dapat diakses dengan menggunakan kendaraan bermotor bahkan hingga bus pariwisata. meskipun terletak di daerah pegunungan, namun sangat mudah untuk dijangkau karena ada beberapa rambu-rambu petunjuk arah yang menunjukkan lokasi makan Sunan Bayat.
ADA APA SAJA?
Makam Tembayat, makam dari Sunan Bayat yang terletak di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, yang terletak di atas perbukitan Gunung Jabalkat. Lokasi makam yang berada di ketinggian 860 meter dpl ini dapat dicapai dengan terlebih dahulu menaiki 250 anak tangga.
Harga tiket masuknya Rp. 2000,-
Parkir sepeda motor Rp 2000,-
Parkir mobil: Rp. 5000,-
Sumber:
Buku paduan Sejarah Sunan Bayat yang dapat dibeli di lokasi seharga Rp 1500,-
http://chic-id.com/mari-berwisata-kompleks-pemakaman-sunan-bayat-di-gunung-jabalkat/
ADA APA SAJA?
Makam Tembayat, makam dari Sunan Bayat yang terletak di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, yang terletak di atas perbukitan Gunung Jabalkat. Lokasi makam yang berada di ketinggian 860 meter dpl ini dapat dicapai dengan terlebih dahulu menaiki 250 anak tangga.
Dimulai dari pintu gerbang pertama adalah
Gapura Segara Muncar, lalu Gapura Dhuda, dan pintu ketiga yaitu Gapura
Pangrantungan. Gapura Pangrantungan berada di “garis finis” dari 250
anak tangga menuju makam. Di kompleks gapura ini terdapat Bangsal
Nglebet (untuk tamu wanita) dan Bangsal Jawi (untuk pria) sebagai lokasi
beristirahat dan menghela nafas setelah lelah menapaki anak tangga.
Di bangsal ini pula, pengunjung wajib
mendaftarkan diri sebelum masuk ke area pemakaman. Pengunjung kembali
harus mengeluarkan “uang donasi” di bangsal ini untuk biaya tiket. Dari
bangsal ini pengunjung kemudian mengarah ke kompleks pemakaman sahabat
Sunan dan kembali akan menemukan Gapura Panemut yang juga memiliki gaya
bangunan Hindu.
Masuk lebih dalam lagi kita akan melewati
Gapura Pamuncar, Gapura Balekencur, dan Gapura Prabayeksa, gapura
terakhir sebelum memasuki makam Sunan. Dari gapura terakhir tadi
pengunjung akan bertemu dengan seorang juru doa yang duduk di depan
sebuah perapian yang terletak di bawah Regol Sinaga.
Juru doa ini adalah seseorang yang dapat dimintai bantuan untuk
memintakan izin dan mendoakan peziarah yang datang mengunjungi makam
Sunan Bayat. Di kanan dan kiri Regol Sinaga yang berpintu tiga diletakan
masing-masing sebuah gentong yang diberi nama Gentong Sinaga, yang
dipercaya sebagai padasan atau tempat air wudhu Sunan Bayat
Beberapa peziarah yang datang atau
meninggalkan makam Sunan selalu menyempatkan diri untuk meminum air dari
dalam gentong atau menyimpan sedikit dalam botol untuk dibawa pulang.
Dari Regol Sinaga pengunjung dapat langsung masuk ke dalam bangunan
utama yang terdapat di puncak bukit ini.
Di dalam bangunan inilah Sunan Bayat
dimakamkan. Makam Sunan Bayat terdapat di tengah bangunan tersembunyi
dalam bilik kayu berbentuk persegi mirip seperti Ka’bah di Mekah. Banyak
peziarah yang masuk, akan mengantri di samping makam untuk dapat
mendekati makam Sunan. Beberapa dari mereka juga terlihat sibuk menyalin
teks Jawa yang tertulis pada sebuah batu yang diletakan di samping
makam.
Di samping makam Sunan Bayat terdapat dua
makam istri Sunan Bayat yaitu Nyi Ageng Kali Wungu dan Nyi Ageng
Krakitan. Sementara (bagian dalam) di depan pintu masuk bangunan utama
terdapat beberapa makam sahabat-sahabat Sunan Bayat.
HARGA TIKET MASUK
Parkir sepeda motor Rp 2000,-
Parkir mobil: Rp. 5000,-
Sumber:
Buku paduan Sejarah Sunan Bayat yang dapat dibeli di lokasi seharga Rp 1500,-
http://chic-id.com/mari-berwisata-kompleks-pemakaman-sunan-bayat-di-gunung-jabalkat/
0 komentar:
Posting Komentar