Senin, 14 Oktober 2013

Love Is Hurt, this is the real LOVE ??





LOVE IS HURT
          



Malam ini langit kembali menangis. Meneteskan butiran hujan yang turun bebas ke bumi. Kesunyian malam hilang terpecahakan dengan dentungan hujan yang seakan membentuk melodi indah dan harmonis di atap kos kamarku. Kamar yang sederhana namun nyaman untuk aku tinggali. Sepertinya suasana di luar sama dengan suasana dihatiku. Galau. Patah hati. Rentetan lagu galau menemani sakitnya hati ini.
Ada hal yang selalu aku bayangkan. Mengingat wajah Danis orang yang aku sayangi tiba-tiba saja mengakhiri hubungan pacaran kami yang sudah hampir satu tahun. Yang paling aku tidak mengerti dia memutuskan aku dengan alasan ingin fokus sekolah. Bukannya selama ini dia mendapat nilai yang lumayan tinggi di kelasnya. Menurutku ada sesuatu yang ganjal. Yah mungkin saja dia sudah bosan dengan hubungan ini atau ada orang ketiga yang masuk dalam hubunganku dengan Danis. Entahlah aku tidak ingin memikirkan orang yang belum tentu juga memikirkan aku.
            Detik demi detik berlalu, aku masih terjebak dengan kenangan masa lalu bersama Danis. Dunia seakan berhenti. Kuputar lagu-lagu patah hati berharap akan menjadi obat sakit hati. Tapi kenyataannya itu membuat semakin sakit hati. Ah... seperti orang yang kepedasan makan cabe kemudian diminumin air panas. Sungguh menyiksa.

            Keesokan harinya aku berangkat sekolah dengan sedikit tenaga yang tersisa setelah semalaman menangis. Dari jauh aku memandang Danis yang asik tertawa seakan tidak ada kejadian memilukan dalam dirinya. Tidakkah Danis lihat, aku begitu tersiksa dengan apa yang dilakukannya. Tanpa terasa air mataku kembali menetes. Aku menangis lagi.
            “Kamu kenapa?” suara Tyara mengagetkanku.
            “Aku putus.” Suaraku yang parau membuat Tyara kaget.
            “Dengan Danis? Bagaimana bisa? Bukannya kalian selama ini baik-baik saja.” pertanyaan Tyara membuat hati ini semakin sakit. Itu yang jadi pertanyaanku selama ini.
            “Lihat itu,” jariku menunjuk tempat Danis berada. Tyara terdiam seolah mengerti maksudku. Ditarik tanganku kemudian diajak ke dalam kelas.
            “Sudahlah. Jangan terlalu disesali. Semua sudah berakhir. Yah mungkin saja ini caranya agar tidak menyakitimu. Putus pacaran bukan berarti sudah nggak cinta lo” nasehat Tyara sambil menepuk bahuku.
            “Seandainya dulu aku tidak mengenalnya, tentu sekarang tidak sesakit ini,” tanpa disadari air mataku meleleh.
            “Sudahlah, kalau kamu tidak usah mengingat-ingat   dia lagi. Katanya kamu bahagia kalau lihat Danis bahagia, kok sekarang kamu sedih. Sekarang itu waktunya move on. Cari aja yang baru. Saya Tyara Aliana siap menjadi agen jodoh buat anda, Dita Cahyani” kata Tyara dengan logatnya yang dibuat ala tentara.
            “Hahaha… kata-katamu lebay,” aku tertawa dibuatnya.
            Memang selama ini Tyara sahabatku yang paling asik, selalu bisa membuatku tertawa disaat aku sedih, selalu menyemangati aku.
            “Kan yang penting kamu bisa tertawa, hehe. Oh iya, aku punya teman namanya Naga.” Kata Tyara.
            “Bagaimana ya, pikir-pikir dulu deh. Aku baru saja putus nanti dikira aku cewek murahan yang cepet banget dapat penggantinya Danis.” Semangatku kembali luntur.
            Jujur saja hati ini masih mencintai Danis. Entah tak tahu apa yang terjadi. Waktu cepat sekali berlalu. Hanya kenangan yang tersisa antara aku dan Danis. Kenangan manis yang mungkin takkan bisa terukir lagi.
            Tepat pukul 13.00 WIB sekolah selesai. Hari ini semua pelajaran tidak ada yang aku pahami. Yang aku pikirkan hanyalah Danis. Sungguh menyiksa semua ini. Apakah semua putus pacaran selalu berakhir dengan tangisan? Kan seharusnya jika diawali dengan senyuman maka akan berakhir dengan senyuman juga.
            Aku berjalan lunglai melewati segrombolan orang yang berjalan menuju gerbang sekolah. Tidak salah lagi, aku melihat Danis diantaranya. Tertawa lepas dan… bergandengan dengan cewek lain. Sakit hati ini melihatnya, bodoh sebaiknya aku tidak melihat daripada aku melihat dan rasa sakit  yang aku temui.
            Mungkinkah dia sudah bahagia dengan orang lain? Apa selama ini dia tidak bahagia bersamaku? Pikiranku kacau, mataku berkaca-kaca, dan dadaku sesak menahan semua ini. Memang aku hanya mengaturnya demi kebaikannya. Apa itu salah?
            “Hay, kenapa bengong disini? Ayo ikut aku!” tanganku ditarik Tyara keluar sekolah.
            “Apa kamu ingin menculikku?” tanyaku bodoh kepada Tyara.
            “Menculikmu? Apa ada yang mau? Bahkan penjahat kelas kakap males menculik anak yang cerewet manja lebay sepertimu, apalagi sekarang jadi anak cengeng.” ejek Tyara.
            Aku dibonceng Tyara dengan motor maticnya. 15 menit kita sampai di café yang biasa aku dan Tyara kunjungi. Aku masih bingung apa yang akan Tyara lakukan.
            “Ada yang ingin bertemu denganmu,” bisik Tyara pelan di telingaku.
            “Siapa?” tanyaku tidak acuh.
            “Sudahlah ikut saja, kamu pasti suka sama dia.” Tyara menarik tanganku masuk ke dalam café.
            Kami berdua berjalan ke pojok café. Disana duduk seorang cowok. Postur tubuhnya yang ideal dengan rambut hitam serta alis yang tebal ditambah wajahnya yang mempesona berhasil membuatku mengaguminya.
            “Hay Ga, sudah lama datang?” Tanya Tyara kepada cowok itu.
            “Sekitar 10 menit 30 detik,” jawabnya dengan melihat jam tangannya.
            “Oh iya, Naga ini Dita yang aku ceritakan tadi. Dita ini Naga temanku SMP,” Tyara mulai memperkenalkan.
            “Alferido Naga,” senyumnya yang indah dan dua lesung pipi membuatnya semakin mempesona.
            “Dita Cahyani,” senyumku kepadanya.
            “Dan aku Tyara Aliana,” sela Tyara tiba-tiba.
            “Aku sudah tahu!” jawabku serentak dengan Naga. Semua tertawa mendengar kejadian itu.
            Entah apa yang aku rasakan. Aku nyaman jika berada disamping Naga. Dia asik diajak bicara dan hatiku dag dig dug jika menatap matanya. Mungkinkah ini cinta? Oh tidak tidak, tidak mungkin. Lebih baik menunggu orang yang tepat daripada menerima siapa saja namun hanya singgah untuk sementara. Aku belum siap untuk sakit hati lagi.
            Hari berganti hari. Aku semakin dekat dengan Naga. Rasa sakit jika melihat Danis bersama cewek lain seakan menghilang. Aku sudah memulai hidup baru. Tanpa Danis. Masa lalu tidak perlu dilupakan, cukup disimpan dalam-dalam dan tentunya tidak perlu diingat.
            Naga selalu mengantarku sekolah, memperhatikan setiap detail dariku, mengingat tanggal ulang tahunku. Dia cowok yang sempurna.
            “Aku punya kabar baik,” teriakku mengagetkan Tyara.
            “Apa itu?” Tanya Tyara tak berpaling dari buku fisikanya.
            “Aku cinta sama Naga, terkejutkan?” kali ini suaraku semakin histeris. Aku memang suka sama Naga. Dia berhasil menjadi obat sakit hatiku. Berhasil membuatku lupa dengan Danis.
            “Apa kamu serius? Rasa memang sulit ditebak, jadi jangan sampai kamu salah mengartikannya.” Tyara menatapku tajam.
            “Cinta kan perasaan, terus kata-kata adalah cara mengungkapkannya.” Aku menjelaskan kepada Tyara. Aku yakin dengan semua ini. Dengan rasa ini.
            “Semua terserah kamu saja. Cepet-cepet jadian ya sama Naga,” kata Tyara sambil mengedipkan mata kirinya.

            Sore itu angin berhembus pelan. Aku duduk di depan rumah, melamun membayangkan wajah Naga. Dia laki-laki yang sempurna. Lalu apa mungkin aku jatuh cinta dengan Naga. Memang cinta itu tidak dapat didefinisikan, atau apa mungkin ini kagum bukan cinta.
            Tiba-tiba saja klakson motor Tyara mengagetkanku. Dia berdandan rapi memakai kemeja biru.
            “Apa sih kamu, jantungku tidak ada asuransinya lho, bagaimana kalau aku terkena serangan jantung,” omelku kesal kepada Tyara.
            “Sudahlah, sekarang nona Dita cepetan ganti baju. Aku tunggu disini, jangan lama-lama lima menit saja cukup,” perintah Tyara.
            “Memangnya kita akan kemana?” aku dibuat bingung olehnya.
            “Ikut aja,” aku masih saja bingung.
            Lima menit kemudian aku siap berangkat dengan memakai kaos hijau kesukaanku. Mungkin Tyara sudah mengerti kalau aku tidak bisa dandan seperti dirinya.
            Aku dan Tyara sampai ditempat tujuan. Tempatnya asing buatku. Dan baru pertama kali aku datang kesini. Tanpa berkata-kata Tyara menarik tanganku ke dalam dan ternyata ini adalah café. Aku belum pernah menjumpai café dengan nuansa jawa dan juga sangat tenang di kota yang sepadat Jogjakarta. Aku suka tempat ini. Kami berdua berjalan menghampiri meja kosong di dekat kolam ikan. Aku masih terkagum dengan tempat ini.
            “Hay Ga,” suara Tyara mengagetkanku. Aku menoleh dan Naga ada disampingku.
            “Naga kok kamu disini?” tanyaku bodoh kepada Nando.
            “Entahlah, tiba-tiba saja Tyara sms aku dan menyuruhku datang kesini,” Naga menjelaskan.
            Aku memandang Tyara dengan tatapan marah. Kalau saja dia memberitahu aku akan ketemu sama Naga pastinya aku akan berpakaian yang lebih rapi.
            Naga sibuk dengan HPnya. Bagaimana aku bisa mengungkapkan perasaanku kalau Naga saja sama sekali tidak merespon ucapanku. Apakah selama ini aku terlalu mengekangnya? Tidak tidak. Pokoknya hari ini aku harus mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya. Aku tidak ingin terlambat mengungkapkan. Cinta itu bisa datang dan pergi sesukanya.
            Tepat pukul 7 malam, aku mengajak Naga ke belakang café. Tempat kami berada bisa dikatakan romantis. Satu meja dan juga dua kursi dikelilingi dengan lilin-lilin mungil.
            “Naga,” aku memulai pembicaraan.
            “Apa?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari HP.
            “Aku suka kamu,” kata-kata itu keluar begitu saja. Hal bodoh yang aku lakukan.
            Naga hanya diam terpaku. Aku yakin dia akan mengatakan “Aku juga sayang kamu”. Aku juga yakin Naga mempunyai rasa yang sama dengan aku.
            “Maaf,” katanya singkat tanpa berani menatap mataku. Dia hanya menunduk.
            “Maaf jujur saja aku juga sayang sama kamu. Tapi…” kata-katanya menggantung membuat seribu pertanyaan dikepalaku.
            “Tapi kenapa?” tanyaku  mendesak Naga.
            “Tapi aku sudah punya pacar. Dan aku tak mungkin meninggalkannya,” katanya dengan suara parau.
            Bagai disambar petir, ingin rasanya aku berteriak sekeras mungkin. Aku tidak percaya Naga sudah punya pacar. Hatiku rapuh kembali. Rasa sakit yang menjalar dihatiku tak dapat aku sembunyikan. Air mataku meleleh melewati celah mataku.
            “Lalu apa maksud perhatianmu selama ini? Apa kamu hanya ingin mempermainkan aku?” tanyaku dengan rasa sedih dan marah jadi satu.
            “Saat pertama Tyara mengenalkanku ke kamu, aku sudah mempunyai pacar. Tyara memintaku mengobati sakit hatimu karena Danis. Awalnya aku sudah menolaknya tapi Tyara memaksaku. Menceritakan tentang Danis yang selingkuh dibelakangmu membuat hatiku luluh juga dan akhirnya aku setuju. Maaf bukan maksudku untuk melukai hatimu. Dita aku cinta kamu dan aku juga mencintai pacarku. Aku tidak bisa memilih kedua-duanya, jadi aku putuskan untuk bertahan dengan pacarku.” Jelas Naga membuat air mataku semakin deras meleleh.
            “Apakah Tyara tahu kalau kamu sudah punya pacar?” tanyaku dengan terisak.
            “Tidak. Maaf selama ini aku berbohong kepadamu,” dapat aku lihat Naga meneteskan air mata.
            “Sudahlah tidak usah dipermasalahkan. Sekarang sudah jelas, aku ingin pulang,” aku berdiri ingin meninggalkan tempat ini. Sungguh sakit hati ini. Tiba-tiba saja Naga memegang tanganku, menahanku untuk tidak pergi.
            “Dita tunggu, semua ini salahku. Aku terlalu egois. Kamu boleh unfriend facebook, unfollow twitter, hapus nomor hpku, dan kamu juga boleh tidak menganggap aku teman lagi, lupakan aku.” teriak Naga tetap tidak melepaskan tanganku.
            “Tenang aja, kita masih bisa jadi sahabat kok. Tidak perlu menjadi seorang yang bodah untuk melakukan itu,” senyum kecil terukir di wajahku. Senyum terpaksa diantara tangisku.
            “Yakinlah, jangan sesalkan semua ini. Bersyukurlah bahwa kita telah diberi kesempatan untuk bertemu, saling mengisi kekosongan dihati. Aku cinta kamu.” Aku hanya tersenyum mendengar kata-katanya.
            Dilepaskan pegangan tangan Naga dari tanganku. Aku berjalan pelan meninggalkan Naga yang masih duduk terdiam di kursinya tadi. Aku sungguh tidak menyangka. Hanya demi membantuku move on sampai-sampai Nando mengorbankan perasaannya dan perasaan pacarnya.
            Sakit ini tidak begitu menusuk, aku yakin ini yang terbaik. Suatu hari orang yang aku tunggu akan datang kepadaku. Tidak selamanya cinta datang bersama jodoh, namun jodoh pasti datang bersama cinta sejati. Cinta itu bukan cuma sebuah kata yang keluar dari mulut, melainkan hati yang berbicara. Cinta itu tidak perlu dicari karena suatu saat cinta itu akan datang menghampiri. Percayalah!





 
Rotating X-Steel Pointer