LOVE IS HURT
Malam ini langit kembali menangis.
Meneteskan butiran hujan yang turun bebas ke bumi. Kesunyian malam hilang
terpecahakan dengan dentungan hujan yang seakan membentuk melodi indah dan
harmonis di atap kos kamarku. Kamar yang sederhana namun nyaman untuk aku
tinggali. Sepertinya suasana di luar sama dengan suasana dihatiku. Galau. Patah
hati. Rentetan lagu galau menemani sakitnya hati ini.
Ada hal yang selalu aku bayangkan.
Mengingat wajah Danis orang yang aku sayangi tiba-tiba saja mengakhiri hubungan
pacaran kami yang sudah hampir satu tahun. Yang paling aku tidak mengerti dia
memutuskan aku dengan alasan ingin fokus sekolah. Bukannya selama ini dia
mendapat nilai yang lumayan tinggi di kelasnya. Menurutku ada sesuatu yang
ganjal. Yah mungkin saja dia sudah bosan dengan hubungan ini atau ada orang
ketiga yang masuk dalam hubunganku dengan Danis. Entahlah aku tidak ingin
memikirkan orang yang belum tentu juga memikirkan aku.
Detik demi detik berlalu, aku masih terjebak dengan kenangan masa lalu bersama
Danis. Dunia seakan berhenti. Kuputar lagu-lagu patah hati berharap akan
menjadi obat sakit hati. Tapi kenyataannya itu membuat semakin sakit hati.
Ah... seperti orang yang kepedasan makan cabe kemudian diminumin air panas.
Sungguh menyiksa.
Keesokan harinya aku berangkat sekolah dengan sedikit tenaga yang tersisa
setelah semalaman menangis. Dari jauh aku memandang Danis yang asik tertawa
seakan tidak ada kejadian memilukan dalam dirinya. Tidakkah Danis lihat, aku
begitu tersiksa dengan apa yang dilakukannya. Tanpa terasa air mataku kembali
menetes. Aku menangis lagi.
“Kamu kenapa?” suara Tyara mengagetkanku.
“Aku putus.” Suaraku yang parau membuat Tyara kaget.
“Dengan Danis? Bagaimana bisa? Bukannya kalian selama ini baik-baik saja.”
pertanyaan Tyara membuat hati ini semakin sakit. Itu yang jadi pertanyaanku
selama ini.
“Lihat itu,” jariku menunjuk tempat Danis berada. Tyara terdiam seolah mengerti
maksudku. Ditarik tanganku kemudian diajak ke dalam kelas.
“Sudahlah. Jangan terlalu disesali. Semua sudah berakhir. Yah mungkin saja ini
caranya agar tidak menyakitimu. Putus pacaran bukan berarti sudah nggak cinta
lo” nasehat Tyara sambil menepuk bahuku.
“Seandainya dulu aku tidak mengenalnya, tentu sekarang tidak sesakit ini,”
tanpa disadari air mataku meleleh.
“Sudahlah, kalau kamu tidak usah mengingat-ingat dia lagi. Katanya kamu bahagia
kalau lihat Danis bahagia, kok sekarang kamu sedih. Sekarang itu waktunya move
on. Cari aja yang baru. Saya Tyara Aliana siap menjadi agen jodoh buat
anda, Dita Cahyani” kata Tyara dengan logatnya yang dibuat ala tentara.
“Hahaha… kata-katamu lebay,” aku tertawa dibuatnya.
Memang selama ini Tyara sahabatku yang paling asik, selalu bisa membuatku
tertawa disaat aku sedih, selalu menyemangati aku.
“Kan yang penting kamu bisa tertawa, hehe. Oh iya, aku punya teman namanya
Naga.” Kata Tyara.
“Bagaimana ya, pikir-pikir dulu deh. Aku baru saja putus nanti dikira aku cewek
murahan yang cepet banget dapat penggantinya Danis.” Semangatku kembali luntur.
Jujur saja hati ini masih mencintai Danis. Entah tak tahu apa yang terjadi.
Waktu cepat sekali berlalu. Hanya kenangan yang tersisa antara aku dan Danis.
Kenangan manis yang mungkin takkan bisa terukir lagi.
Tepat pukul 13.00 WIB sekolah selesai. Hari ini semua pelajaran tidak ada yang
aku pahami. Yang aku pikirkan hanyalah Danis. Sungguh menyiksa semua ini.
Apakah semua putus pacaran selalu berakhir dengan tangisan? Kan seharusnya jika
diawali dengan senyuman maka akan berakhir dengan senyuman juga.
Aku berjalan lunglai melewati segrombolan orang yang berjalan menuju gerbang
sekolah. Tidak salah lagi, aku melihat Danis diantaranya. Tertawa lepas dan…
bergandengan dengan cewek lain. Sakit hati ini melihatnya, bodoh sebaiknya aku
tidak melihat daripada aku melihat dan rasa sakit yang aku temui.
Mungkinkah dia sudah bahagia dengan orang lain? Apa selama ini dia tidak
bahagia bersamaku? Pikiranku kacau, mataku berkaca-kaca, dan dadaku sesak
menahan semua ini. Memang aku hanya mengaturnya demi kebaikannya. Apa itu
salah?
“Hay, kenapa bengong disini? Ayo ikut aku!” tanganku ditarik Tyara keluar
sekolah.
“Apa kamu ingin menculikku?” tanyaku bodoh kepada Tyara.
“Menculikmu? Apa ada yang mau? Bahkan penjahat kelas kakap males menculik anak
yang cerewet manja lebay sepertimu, apalagi sekarang jadi anak cengeng.” ejek
Tyara.
Aku dibonceng Tyara dengan motor maticnya. 15 menit kita sampai di café yang
biasa aku dan Tyara kunjungi. Aku masih bingung apa yang akan Tyara lakukan.
“Ada yang ingin bertemu denganmu,” bisik Tyara pelan di telingaku.
“Siapa?” tanyaku tidak acuh.
“Sudahlah ikut saja, kamu pasti suka sama dia.” Tyara menarik tanganku masuk ke
dalam café.
Kami berdua berjalan ke pojok café. Disana duduk seorang cowok. Postur tubuhnya
yang ideal dengan rambut hitam serta alis yang tebal ditambah wajahnya yang
mempesona berhasil membuatku mengaguminya.
“Hay Ga, sudah lama datang?” Tanya Tyara kepada cowok itu.
“Sekitar 10 menit 30 detik,” jawabnya dengan melihat jam tangannya.
“Oh iya, Naga ini Dita yang aku ceritakan tadi. Dita ini Naga temanku SMP,”
Tyara mulai memperkenalkan.
“Alferido Naga,” senyumnya yang indah dan dua lesung pipi membuatnya semakin
mempesona.
“Dita Cahyani,” senyumku kepadanya.
“Dan aku Tyara Aliana,” sela Tyara tiba-tiba.
“Aku sudah tahu!” jawabku serentak dengan Naga. Semua tertawa mendengar
kejadian itu.
Entah apa yang aku rasakan. Aku nyaman jika berada disamping Naga. Dia asik
diajak bicara dan hatiku dag dig dug jika menatap matanya. Mungkinkah ini
cinta? Oh tidak tidak, tidak mungkin. Lebih baik menunggu orang yang tepat
daripada menerima siapa saja namun hanya singgah untuk sementara. Aku belum
siap untuk sakit hati lagi.
Hari berganti hari. Aku semakin dekat dengan Naga. Rasa sakit jika melihat
Danis bersama cewek lain seakan menghilang. Aku sudah memulai hidup baru. Tanpa
Danis. Masa lalu tidak perlu dilupakan, cukup disimpan dalam-dalam dan tentunya
tidak perlu diingat.
Naga selalu mengantarku sekolah, memperhatikan setiap detail dariku, mengingat
tanggal ulang tahunku. Dia cowok yang sempurna.
“Aku punya kabar baik,” teriakku mengagetkan Tyara.
“Apa itu?” Tanya Tyara tak berpaling dari buku fisikanya.
“Aku cinta sama Naga, terkejutkan?” kali ini suaraku semakin histeris. Aku
memang suka sama Naga. Dia berhasil menjadi obat sakit hatiku. Berhasil
membuatku lupa dengan Danis.
“Apa kamu serius? Rasa memang sulit ditebak, jadi jangan sampai kamu salah
mengartikannya.” Tyara menatapku tajam.
“Cinta kan perasaan, terus kata-kata adalah cara mengungkapkannya.” Aku
menjelaskan kepada Tyara. Aku yakin dengan semua ini. Dengan rasa ini.
“Semua terserah kamu saja. Cepet-cepet jadian ya sama Naga,” kata Tyara
sambil mengedipkan mata kirinya.
Sore itu angin berhembus pelan. Aku duduk di depan rumah, melamun membayangkan
wajah Naga. Dia laki-laki yang sempurna. Lalu apa mungkin aku jatuh cinta
dengan Naga. Memang cinta itu tidak dapat didefinisikan, atau apa mungkin ini
kagum bukan cinta.
Tiba-tiba saja klakson motor Tyara mengagetkanku. Dia berdandan rapi memakai
kemeja biru.
“Apa sih kamu, jantungku tidak ada asuransinya lho, bagaimana kalau aku terkena
serangan jantung,” omelku kesal kepada Tyara.
“Sudahlah, sekarang nona Dita cepetan ganti baju. Aku tunggu disini, jangan
lama-lama lima menit saja cukup,” perintah Tyara.
“Memangnya kita akan kemana?” aku dibuat bingung olehnya.
“Ikut aja,” aku masih saja bingung.
Lima menit kemudian aku siap berangkat dengan memakai kaos hijau kesukaanku.
Mungkin Tyara sudah mengerti kalau aku tidak bisa dandan seperti dirinya.
Aku dan Tyara sampai ditempat tujuan. Tempatnya asing buatku. Dan baru pertama
kali aku datang kesini. Tanpa berkata-kata Tyara menarik tanganku ke dalam dan
ternyata ini adalah café. Aku belum pernah menjumpai café dengan nuansa jawa
dan juga sangat tenang di kota yang sepadat Jogjakarta. Aku suka tempat ini.
Kami berdua berjalan menghampiri meja kosong di dekat kolam ikan. Aku masih
terkagum dengan tempat ini.
“Hay Ga,” suara Tyara mengagetkanku. Aku menoleh dan Naga ada disampingku.
“Naga kok kamu disini?” tanyaku bodoh kepada Nando.
“Entahlah, tiba-tiba saja Tyara sms aku dan menyuruhku datang kesini,” Naga
menjelaskan.
Aku memandang Tyara dengan tatapan marah. Kalau saja dia memberitahu aku akan
ketemu sama Naga pastinya aku akan berpakaian yang lebih rapi.
Naga sibuk dengan HPnya. Bagaimana aku bisa mengungkapkan perasaanku kalau Naga
saja sama sekali tidak merespon ucapanku. Apakah selama ini aku terlalu
mengekangnya? Tidak tidak. Pokoknya hari ini aku harus mengungkapkan perasaanku
yang sebenarnya. Aku tidak ingin terlambat mengungkapkan. Cinta itu bisa datang
dan pergi sesukanya.
Tepat pukul 7 malam, aku mengajak Naga ke belakang café. Tempat kami berada
bisa dikatakan romantis. Satu meja dan juga dua kursi dikelilingi dengan
lilin-lilin mungil.
“Naga,” aku memulai pembicaraan.
“Apa?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari HP.
“Aku suka kamu,” kata-kata itu keluar begitu saja. Hal bodoh yang aku lakukan.
Naga hanya diam terpaku. Aku yakin dia akan mengatakan “Aku juga sayang kamu”.
Aku juga yakin Naga mempunyai rasa yang sama dengan aku.
“Maaf,” katanya singkat tanpa berani menatap mataku. Dia hanya menunduk.
“Maaf jujur saja aku juga sayang sama kamu. Tapi…” kata-katanya menggantung
membuat seribu pertanyaan dikepalaku.
“Tapi kenapa?” tanyaku mendesak Naga.
“Tapi aku sudah punya pacar. Dan aku tak mungkin meninggalkannya,” katanya
dengan suara parau.
Bagai disambar petir, ingin rasanya aku berteriak sekeras mungkin. Aku tidak percaya
Naga sudah punya pacar. Hatiku rapuh kembali. Rasa sakit yang menjalar dihatiku
tak dapat aku sembunyikan. Air mataku meleleh melewati celah mataku.
“Lalu apa maksud perhatianmu selama ini? Apa kamu hanya ingin mempermainkan
aku?” tanyaku dengan rasa sedih dan marah jadi satu.
“Saat pertama Tyara mengenalkanku ke kamu, aku sudah mempunyai pacar. Tyara
memintaku mengobati sakit hatimu karena Danis. Awalnya aku sudah menolaknya
tapi Tyara memaksaku. Menceritakan tentang Danis yang selingkuh dibelakangmu
membuat hatiku luluh juga dan akhirnya aku setuju. Maaf bukan maksudku untuk
melukai hatimu. Dita aku cinta kamu dan aku juga mencintai pacarku. Aku tidak
bisa memilih kedua-duanya, jadi aku putuskan untuk bertahan dengan pacarku.”
Jelas Naga membuat air mataku semakin deras meleleh.
“Apakah Tyara tahu kalau kamu sudah punya pacar?” tanyaku dengan terisak.
“Tidak. Maaf selama ini aku berbohong kepadamu,” dapat aku lihat Naga
meneteskan air mata.
“Sudahlah tidak usah dipermasalahkan. Sekarang sudah jelas, aku ingin pulang,”
aku berdiri ingin meninggalkan tempat ini. Sungguh sakit hati ini. Tiba-tiba
saja Naga memegang tanganku, menahanku untuk tidak pergi.
“Dita tunggu, semua ini salahku. Aku terlalu egois. Kamu boleh unfriend
facebook, unfollow twitter, hapus nomor hpku, dan kamu juga boleh tidak
menganggap aku teman lagi, lupakan aku.” teriak Naga tetap tidak melepaskan
tanganku.
“Tenang aja, kita masih bisa jadi sahabat kok. Tidak perlu menjadi seorang yang
bodah untuk melakukan itu,” senyum kecil terukir di wajahku. Senyum terpaksa
diantara tangisku.
“Yakinlah, jangan sesalkan semua ini. Bersyukurlah bahwa kita telah diberi
kesempatan untuk bertemu, saling mengisi kekosongan dihati. Aku cinta kamu.”
Aku hanya tersenyum mendengar kata-katanya.
Dilepaskan pegangan tangan Naga dari tanganku. Aku berjalan pelan meninggalkan
Naga yang masih duduk terdiam di kursinya tadi. Aku sungguh tidak menyangka.
Hanya demi membantuku move on sampai-sampai Nando mengorbankan perasaannya dan
perasaan pacarnya.
Sakit ini tidak begitu menusuk, aku yakin ini yang terbaik. Suatu hari orang
yang aku tunggu akan datang kepadaku. Tidak selamanya cinta datang bersama
jodoh, namun jodoh pasti datang bersama cinta sejati. Cinta itu bukan cuma
sebuah kata yang keluar dari mulut, melainkan hati yang berbicara. Cinta itu
tidak perlu dicari karena suatu saat cinta itu akan datang menghampiri.
Percayalah!